Sabtu, 19 Oktober 2013

ASAL USUL BANTEN LAMA………


Kerajaan Pajajaran adalah sebuah kerajaan Hindu yang diperkirakan beribukotanya di Pakuan (Bogor) di Jawa Barat. Dalam naskah-naskah kuno nusantara, kerajaan ini sering pula disebut dengan nama Negeri Sunda, Pasundan, atau berdasarkan nama ibukotanya yaitu Pakuan Pajajaran. Beberapa catatan menyebutkan bahwa kerajaan ini didirikan tahun 923 oleh Sri Jayabhupati, seperti yang disebutkan dalam prasasti Sanghyang Tapak.
Sejarah kerajaan ini tidak dapat terlepas dari kerajaan-kerajaan pendahulunya di daerah Jawa Barat, yaitu Kerajaan Tarumanagara, Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh, dan Kawali. Hal ini karena pemerintahan Kerajaan Pajajaran merupakan kelanjutan dari kerajaan-kerajaan tersebut. Dari catatan-catatan sejarah yang ada, dapatlah ditelusuri jejak kerajaan ini; antara lain mengenai ibukota Pajajaran yaitu Pakuan. Mengenai raja-raja Kerajaan Pajajaran, terdapat perbedaan urutan antara naskah-naskah Babad Pajajaran, Carita Parahiangan, dan Carita Waruga Guru.
Selain naskah-naskah babad, Kerajaan Pajajaran juga meninggalkan sejumlah jejak peninggalan dari masa lalu, seperti:
Prasasti Batu Tulis, Bogor
Prasasti Sanghyang Tapak, Sukabumi
Prasasti Kawali, Ciamis
Tugu Perjanjian Portugis (padraƵ), Kampung Tugu, Jakarta
Taman perburuan, yang sekarang menjadi Kebun Raya Bogor.
Raja Raja Pajajaran :
Sri Baduga Maharaja (1482 - 1521) AD/M
Surawisesa (1521 - 1535) AD/M
Ratu Dewata (1535 – 1543) AD/M
Ratu Sakti (1543 - 1551) AD/M
Raga Mulya (1567 - 1579) AD/M
Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 AD/M Akibat serangan kerajaan sunda lainnya, yaitu Kesultanan Banten.
Berakhirnya jaman Pajajaran (1482 – 1579 AD/M), ditandai dengan diboyongnya PALANGKA SRIMAN SRIWACANA (Tempat duduk tempat penobatan tahta) dari ISTANA PAKUAN ke ISTANA SURASOWAN di Banten oleh pasukan MAULANA YUSUF.
Batu berukuran 200 x 160 x 20 cm itu terpaksa di boyong ke Banten karena tradisi politik waktu itu “mengharuskan” demikian. Pertama, dengan dirampasnya Palangka tersebut, di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru. Kedua, dengan memiliki Palangka itu, Maulana Yusuf merupakan penerus kekuasaan Pajajaran yang “sah” karena buyut perempuannya adalah puteri Sri Baduga Maharaja.
Palangka Sriman Sriwacana sendiri saat ini bisa ditemukan di depan bekas Keraton Surasowan di Banten. Karena mengkilap, orang Banten menyebutnya WATU GIGILANG. Kata Gigilang berarti mengkilap atau berseri, sama artinya dengan kata Sriman.
Saat itu diperkirakan terdapat sejumlah punggawa istana yang meninggalkan kraton lalu menetap di daerah Lebak. Mereka menerapkan tata cara kehidupan lama yang ketat, dan sekarang mereka dikenal sebagai orang Baduy (Banten LAMA).

10 Prinsip Ekonomi dan Penjelasannya

Ekonomi

10 Prinsip Ekonomi - Pengertian dari prinsip ekonomi adalah sebuah sistem pengorbanan yang dilakukan oleh suatu pihak yang cenderung diminimalisir sebisa mungkin namun dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang lebih besar dari pengorbanan itu. Umumnya sistem ekonomi yang ada di dunia saat ini memang menganut prinsip seperti ini, meskipun ada beberapa pandangan yang menyatakan bahwa prinsip seperti ini sebenarnya sudah kurang sesuai dengan kondisi sekarang.

Dalam realitas hidup banyak pilihan dan antara berbagai alternatif yang bisa dipilih maka individu harus membuat keputusan.
Adapun prinsip – prinsip ekonomi dibagi dalam 10 prinsip ekonomi, yaitu :


1.  Setiap orang melakukan TradeOff

Pelajaran pertama mengenai pengambilan keputusan dapat dirangkum dalam pribahasa “tidak sesuatu yang gratis di dunia ini” artinya saat hendak mendapatkan sesuatu maka kita harus mengorbankan sesuatu yang lainnya.

Sebagai contoh, saat seseorang memilih belajar, maka orang tersebut telah kehilangan kesempatan untuk mengerjakan hal lainnya seperti bermain futsal, sepeda atau jalan-jalan. Kegiatan lain yang tidak bisa dilakukan saat seseorang tersebut belajar di sebut sebagai biaya.

Tradeoff yang dihadapi masyarakat adalah effisiensi artinya masyarakat mendapatkan hasil optimal  dari sumberdaya langka yang ada. Dan pemerataan yaitu pembagian hasil yang merata dari sumberdaya langka tersebut terhadap masyarakat.

2. Pengorbanan biaya untuk mendapatkan sesuatu.

Seperti yang telah dijelaskan pada prinsip pertama, pengertian biaya adalah apa yang kita korbankan untuk mendapatkan sesuatu. Hal tersebut dalam ilmu ekonomi biasa disebut sebagai opportunity cost.

3. Orang berpikir secara rasional

Artinya saat seseorang menentukan keputusan atau pilihan, orang tersebut bekerja pada pikiran rasional. Saat menghadapi pilihan untuk melanjutkan sekolah (S2) atau mecari kerja. Yang ia pikirkan adalah apa keuntungan dari melanjutkan sekolah yaitu pengetahuan, pekerjaan yang lebih baik dan penghasilan lebih bersar. Atau memilih mencari kerja dengan keuntungan yaitu lebih cepat memiliki penghasilan sendiri. Dan kerugiannya, yaitu kehilangan hal-hal dari pilihan yang ia tinggalkan.
Inilah yang terpenting dari 10 prinsip ekonomi ini.

4.  Orang tanggap terhadap insentif

Seseorang biasanya akan lebih “aktif” saat seseorang tersebut mendapatkan keuntungan tambahan dari apa yang ia kerjakan. Contohnya seseorang akan bekerja sesuai porsi saat penghasilannya tetap, tetapi saat ada insentif maka ia akan bekerja secara ekstra dari sebelumnya. Contoh lainnya  adalah seperti motto Pak Ogah, yang  hanya akan bekerja apabila ada “cepe”.

5. Perdagangan Menguntungkan Semua Pihak

Pada prinsip ini yang paling ditonjolkan adalah spesialisasi, contohnya yaitu suatu Negara akan memproduksi sesuai kemampuan yang paling optimal ( biaya produksi rendah, kemampuan produksi tinggi, kualitas bagus) yang dimiliki lalu menjualnya ke Negara lain yang tidak optimal produksinya dari barang tersebut dan barang produksi yang tidak bisa dihasilkan secara optimal maka Negara tersebutpun akan membeli dari Negara lain yang produksinya lebih optimal.

6. Pasar secara umum adalah sarana terbaik untuk mengkoordinasikan kegiatan ekonomi.

Dengan menggunakan jenis perekonomian pasar, keputusan-keputusan dari suatu perencanaan yang terpusat, digantikan oleh keputusan-keputusan dari jutaan perusahaan dan rumah tangga. Perusahaan memutuskan siapa yang akan dipekerjakan dan barang apa yang akan diproduksi, kemudian rumah tangga memutuskan akan bekerja di perusahaan mana dan akan membeli barang apa dari penghasilan mereka. Perusahaan dan rumah tangga saling berinteraksi di pasar, dimana harga dan kepentingan-kepentingan pribadi mempengruhi dan memandu keputusan-keputusan yang mereka buat.

7.  Pemerintah Kadang Mampu Meningkatkan faktor produksi.

Seperti dalam kasus krisis perekonomian seperti sekarang diamana banyak perisahaan yang bangkrut dan terjadi kegagalan pasar, pemerintah dapat turun tangan dan menyelamatkan perusahaan tersebut dari kebangkrutan, dan menjaga kemampuan produksi sekaligus meminimalisir angka pengangguran dengan cara melakukan buyout, atau pembelian/pengambil alihan sebuah perusahaan oleh pemerintah. Walau begitu pemerintah tidak selalu harus melakukan hal tesebut.

8.  Standar hidup negara bergantung pada kemampuan dalam memproduksi barang dan jasa

Apa yang bisa menjelaskan perbedaan-perbedaan yang sangat besar antara satu standar hidup dengan standar hidup lainnya diberbagai Negara di dunia?. Jawabannya cukup sederhana, yaitu kemampuan factor produksi dari suatu Negara. Dinegara dimana para pekerjanya dapat menghasilakan barang dan jasa dalam jumlah besar per satu satuan waktu, sebagian besar masyarakatnya hidup dalam standar hidup yang tinggi. Begitu pula sebaliknya. Hubungannya yaitu tingkat pertumbuhan produktivitas suatu Negara menetukan tingkat pertumbuhan pendapatan rata-ratanya.

9. Harga-harga akan meningkat jika pemerintah mencetak uang dalam jumlah banyak

Tingginya tingkat peredaran uang akibat dari tingginya produksi uang itu sendiri, menyebabkan nilai dari uang tersebut menjadi semakin kurang berharga yang berdampak pada terjadinya inflasi. Sehingga harga barang naik karena niali dari uang tersebut menurun.

10. Masyarakat menghadapi trade-off jangka pendek antara inflasi dan pengangguran

Tradeoff antara inflasi dan pengangguran sifatnya hanyalah sementara, namun dapat berlangsung menahun. Dinegara tertentu meningkatnya inflasi akan mengurangi  pengangguran. Namun hal tersebut tampaknya tidak terjadi di Indonesia

Sejarah dan Asal Usul Karawang


Bila kita melihat jauh ke belakang, ke masa Tarumanegara hingga lahirnya Kabupaten Karawang di Jawa Barat, Berturut-turut berlangsung suatu pemerintahan yang teratur, baik dalam system pemerintahan pusat (Ibu Kota). Pemegang kekuasaan yang berbeda, seperti Kerajaan Taruma Negara (375-618) Kerajaan Sunda (Awal Abad VIII-XVI). Termasuk pemerintahan Galuh, yang memisahkan diri dari kerajaan Taruma Negara, ataupun Kerajaan Sunda pada tahun 671 M. Kerajaan Sumedanglarang (1580-1608, Kasultanan Cirebon (1482 M) dan Kasultanan Banten ( Abad XV-XIX M).
Sekitar Abad XV M, agama Islam masuk ke Karawang yang dibawa oleh Ulama besar Syeikh Hasanudin bin Yusuf Idofi, dari Champa, yang terkenal dengan sebutan Syeikh Quro, sebab disamping ilmunya yang sangat tinggi, beliau merupakan seorang Hafidh Al-Quran yang bersuara merdu. Kemudian ajaran agama islam tersebut dilanjutkan penyebarannya oleh para Wali yang disebut Wali Sanga. Setelah Syeikh Quro Wafat, tidak diceritakan dimakamkan dimana. Hanya saja, yang ada dikampung Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang Wadas, Kabupaten Karawang, merupakan maqom (dimana Syech Quro pernah Tinggal).
Pada masa itu daerah Karawang sebagian besar masih merupakan hutan belantara dan berawa-rawa. Hal ini menjadikan apabila Karawang berasal dari bahasa Sunda. Ke-rawa-an artinya tempat berawa-rawa. Nama tersebut sesuai dengan keadaan geografis Karawang yang berawa-rawa, bukti lain yang dapat memperkuat pendapat tersebut. Selain sebagian rawa-rawa yang masih tersisa saat ini, banyak nama tempat diawali dengan kata rawa, seperti : Rawasari, Rawagede, Rawamerta, Rawagempol dan lain-lain.
Keberadaan daerah Karawang telah dikenal sejak Kerajaan Pajajaran yang berpusat di daerah Bogor. Karena Karawang pada masa itu, merupakan jalur lalu lintas yang sangat penting untuk menghubungkan Kerajaan Pakuan Pajajaran denga Galuh Pakuan, yang Berpusat di Ciamis. Sumber lain menyebutkan, bahwa buku-buku Portugis (Tahun 1512 dan 1522) menerangkan bahwa : Pelabuhan-pelabuhan penting dari kerajaan Pajajaran adalah : “ CARAVAN “ sekitar muara Citarum, Yang disebut CARAVAN, dalam sumber tadi adalah daerah Karawang, yang memang terletak sekitar Sungai Citarum.
Sejak dahulukala, bila orang-orang yang bepergian akan melewati daerah-daerah rawa, untuk keamanan, mereka pergi berkafilah-kafilah dengan menggunakan hewan seperti Kuda, Sapi, Kerbau atau, Keledai. Demikian pula halnya yang mungkin terjadi pada zaman dahulu, kesatuan-kesatuan kafilah dalam bahasa Portugis disebut “ CARAVAN ” yang berada disekitar muara Citarum sampai menjorok agak ke pedalaman sehingga dikenal dengan sebutan “ CARAVAN “ yang kemudian berubah menjadi Karawang. Dari Pakuan Pajajaran ada sebuah jalan yang dapat melalui Cileungsi atau Cibarusah, Warunggede, Tanjungpura, Karawang, Cikao, Purwakarta, Rajagaluh Talaga, Kawali, dan berpusat di kerajaan Galuh Pakuan di Ciamis dan Bojonggaluh.
Luas Kabupaten Karawang pada saat itu tidak sama dengan luas Kabupaten Karawang masa sekarang. Pada saat itu Kabupaten Karawang meliputi Bekasi, Subang, Purwakarta dan Karawang sendiri.
Setelah Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 M, pada tahun 1580, berdiri Kerajaan Sumedanglarang, sebagai penerus Kerajaan Pajajaran dengan Rajanya Prabu Geusan Ulun, Putera Ratu Pucuk Umum (Disebut juga Pangeran Istri) dengan Pangeran Santri Keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon.
Kerajaan Islam Sumedanglarang pusat pemerintahannya di Dayeuhluhur dengan membawahi Sumedang, Galuh, Limbangan, Sukakerta dan Karawang. Pada tahun 1608 M, Prabu Geusan Ulum wafat digantikan oleh puteranya Ranggagempol Kusumahdinata, putera Prabu Geusam Ulum dari istrinya Harisbaya, keturunan Madura. Pada masa itu di Jawa Tengah telah berdiri Kerajaan Mataram dengan Rajanya Sultan Agung (1613-1645), Salah satu cita-cita Sultan Agung pada masa pemerintahannya adalah dapat menguasasi Pulau Jawa dan menguasai Kompeni (Belanda) dari Batavia.
Rangggempol Kusumahdinata sebagai Raja Sumedanglarang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Sultan Agung dan mengajui kekuasaan mataram. Maka pada tahun 1620, Ranggagempol Kusumahdinata menghadap ke Mataram dan menyerahkan Kerajaan Sumdeanglarang dibawah naungan Kerajaan Mataram, Sejak itu Sumedanglarang dikenal dengan sebutan PRAYANGAN. Ranggagempol Kusumahdinata, oleh Sultan Agung diangkat menjadi Bupati Wadana untuk tanah Sunda dengan batas-batas wilayah disebelah Timur Kali Cipamali, sebelah Barat Kali Cisadane, dsebelah Utara Laut Jawa dan, disebelah Selatan Laut Kidul. Karena Kerajaan Sumedanglarang ada di bawah naungan Kerajaan Mataram, maka dengan sendirinya Karawang pun berada di bawah kekuasaan Mataram.
Pada Tahun 1624 Ranggagempol Kusumahdinata wafat; dimakamkan di Bembem Yogyakarta. Sebagai penggantinya Sultan Agung mengangkat Ranggagede, putra Prabu Geusan Ulun, dari istri Nyimas Gedeng Waru dari Sumedang, Ranggagempol II, putra Ranggagempol Kusumahdinata yang mestinya menerima Tahta Kerajaan. Merasa disisihkan dan sakit hati. Kemudian beliau berangkat ke Banten, untuk meminta bantuan Sultan Banten, agar dapat menaklukan Kerajaan Sumedanglarang. Dengan Imbalan apabila berhasil, maka seluruh wilayah kekuasaan Sumedanglarang akan diserahkan kepada Sultan Banten. Sejak itu Banyak tentara Banten yang dikirim ke Karawang terutama di sepanjang Sungai Citarum, di bawah pimpinan Pangeran Pager Agung, dengan bermarkas di Udug-udug.
Pengiriman bala tentara Banten ke Karawang, dilakukan Sultan Banten, bukan saja untuk memenuhi permintaan Ranggagempol II, tetapi merupakan awal usaha Banten untuk menguasai Karawang sebagai persiapan merebut kembali Pelabuhan Banten, yang telah dikuasai oleh Kompeni (Belanda) yaitu Pelabuhan Sunda Kelapa.
Masuknya tentara Banten ke Karawang beritanya telah sampai ke Mataram, pada tahun 1624 Sultan Agung mengutus Surengrono (Aria Wirasaba) dari Mojo Agung Jawa Timur, untuk berangkat ke Karawang dengan membawa 1000 prajurit dan keluarganya, dari Mataram melalui Banyumas dengan tujuan untuk membebaskan Karawang dari pengaruh Banten. Mempersiapkan logistik dengan membangun gudang-gudang beras dan meneliti rute penyerangan Mataram ke Batavia.
Di Banyumas, Aria Surengrono meninggalkan 300 prajurit dengan keluarganya untuk mempersiapkan Logistik dan penghubung ke Ibu kota Mataram. Dari Banyumas perjalanan dilanjutkan dengan melalui jalur utara melewato Tegal, Brebes, Cirebon, Indramayu dan Ciasem. Di Ciasem ditinggalkan lagi 400 prajurit dengan keluarganya, kemudian perjalanan dilanjutkan lagi ke Karawang.
Setibanya di Karawang, dengan sisa 300 prajurit dan keluarganya, Aria Surengrono, menduga bahwa tentara Banten yang bermarkas di udug-udug, mempunyai pertahanan yang sangat kuat, karena itu perlu di imbangi dengan kekuatan yang memadai pula.
Langkah awal yang dilakukan Surengrono membentuk 3 (Tiga) Desa yaitu desa Waringinpitu (Telukjambe), Parakan Sapi (di Kecamatan Pangkalan) yang kini telah terendam air Waduk Jatiluhur ) dan desa Adiarsa (sekarang termasuk di Kecamatan Karawang, pusat kekuatan di desa Waringipitu.
Karena jauh dan sulitnya hubungan antara Karawang dan Mataram, Aria Wirasaba belum sempat melaporkan tugas yang sedang dilaksanakan Sultan Agung. Keadaan ini menjadikan Sultan Agung mempunyai anggapan bahwa tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba gagal dilaksanakan.
Pengabdian Aria Wirasaba selanjutnya, lebih banyak diarahkan kepada misi berikutnya yaitu menjadikan Karawang menjadi lumbung padi” sebagai persiapan rencana Sultan Agung menyerang Batavia, disamping mencetak prajurit perang.
Di desa Adiarsa, sangat menonjol sekali perjuangan keturunan Aria Wirasaba. Walaupun keturunan Aria Wirasaba oleh Belanda hanya dianggap sebagai patih di bawah kedudukan Bupati dari keturunan Singaperbangsa, tetapi ditinjau dari segi perjuangan melawan Belanda, pantas mendapat penghargaan dan penghormatan.
Karena perlawanannya terhadap Belanda, akhirnya Aria Wirasaba II ditangkap oleh Belanda dan ditembak mati di Batavia, Kuburannya ada di Manggadua, di dekat Makam Pangeran Jayakarta.
Putra Kedua Aria Wirasaba, yang bernama Sacanagara bergelar Aria Wirasaba III, berpendirian sama dengan Aria Wirasaba I dan II, tidk mau tunduk pada Belanda, serta tidak meninggalkan misi sesepuhnya, yaitu memajukan pertanian rakyat, irigasi dan syiar Islam.
Aria Wirasaba III meninggalkan kedudukannya sebagai patih, karena dirasakannya hanya menjadi jalur untuk menekan rakyatnya. Setelah wafat beliau dimakamkan di Kalipicung, termasuk desa Adiarsa sekarang.

KEMATIAN SINGAPERBANGSA
Kematian Singaperbangsa, juga lebih diakibatkan oleh salah tafsir Raden Trunojoyo Bupati Panarukan yang memberontak Pemerintahan Sunan Amangkurat I. Setelah Sultan Agung meninggal dalam usia 55 tahun Sunan Amangkurat I sebagai Putera Mahkota dilantik menjadi Raja di Mataram. Sebagai pengganti almarhum Ayahnya (Sultan Agung) Sunan Amangkurat I tidak seidiologi dengan perjuangan Ayahnya Sunan Amangkurat I sangat otoriter dan kejam terhadap rakyatnya.
Bahkan Istana Mataram dijadikan Mataram tempat untuk mengeksekusi sekitar 300 ulama. Karena dianggap sebagai pembangkang ulama-ulama pemimpin informal itu ditangkapi secara massal, termasuk Eyang dan Ayahnya Trunojoyoyang mati ditangan Sunan Amangkurat I.
Selama memerintah Mataram, Sunan Amangkurat I lebih berpihak kepada Kompeni, hal itu membuat rakyat Mataram marah besar. Tatkala Raden Trunojoyo memberontak bersama tentaranya yang dipimpin Natananggala, spontan mendapat dukungan dari semua pihak. Termasuk dari padepokan padepokan Islam Makasar, yang dipimpin Kraeng Galesung.
Trunojoyo seorang pemuda yang gagah dan berani, sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama, Pemerintahan Amangkurat I dapat diruntuhkan. Kota Plered, Jawa Tengah sebagai pusat Pemerintahan Mataram dapat dikuasai Trunojoyo. Sedangkan Sunan Amangkurat I melarikan diri menuju Batavia, meminta bantuan Belanda, namun baru sampai di Tegalarum (Tegal) Sunan Amangkurat I Meninggal. Namun sebelum meninggal, ia sempat melantik putranya yakni Amangkurat II.
Amangkurat II sebagai Raja Mataram, perjuangannya juga tidak sejalan denga Sultan Agung (Eyangnya), ia lebih cenderung meneruskan perjuangan ayahnya yakni Sunan Amangkurat I yang bekerjasama dengan Belanda, Ia tetap berusaha meminta bantuan Kompeni, Ia meloloskan diri ke Batavia lewat Laut Utara.
Sementara perjuangan Aria Wirasaba dan keturunannya, tetap konsisten terhadap perjuangan Sultan Agung terdahulu, bahwa Karawang dijadikan lahan Pertanian Padi untuk memenuhi logistik persiapan menyerang Batavia.
Namun Jika Masih ada sebagian generasi sekarang, masih mempertanyakan nasib Aria Wirasaba, sebab kalau mengacu kepada Pelat Kuning Kandang Sapi Besar, Pelantikan Wedana setingkat Bupati, antara Singaperbangsa dan Aria Wirasaba, dilantik secara bersamaan. Saat itu Singaperbangsa sebagai Bupati di Tanjungpura, sedangkan Aria Wirasaba Bupati Waringipitu. Tapi mengapa kini Aria Wirasaba tidak masuk catatan Administratif Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang.
Perhatikan perkataan Hoofd-Regent (Bupati Kepala) dan Tweeden-Regent (Bupati Kedua) memang datang dari Belanda, yang menyatakan bahwa kedudukan Singaperbangsa lebih tinggi dari Aria Wirasaba. Sebaliknya kalau kita perhatikan sumber kekuasaan yang diterima kedua Bupati itu, yaitu Piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Besar, yang ditulis Sultan Agung tanggal 10 bulan Mulud Tahun Alip, sama sekali tidak menyebut yang satu lebih tinggi dari lainnya “ Tapi dalam menyikapi hal ini, kita pun harus lebih arif dan bijaksana, karena setiap peristiwa memiliki situasi dan kondisi yang berbesa-beda itulah Sejarah “ (Sumber Suhud Hidayat Dalam Buku Sejarah Karawang Versi Peruri Halaman 42-51).
Demi menjaga keselamatan, Wilayah Kerajaan Mataram di sebelah Barat, pada tahun 1628 dan 1629 bala tentara kerajaan Mataram diperintahkan Sultan Agung untuk melakukan penyerangan terhadap VOC (Belanda) di Batavia Namun serangan ini gagal karena keadaan medan sangat berat berjangkitnya Malaria dan kekurangan persediaan makanan.
Dari kegagalan itu, Sultan Agung menetapkan daerah Karawang sebagai pusat Logistik, yang harus mempunyai pemerintahan sendiri dan langsung berada dibawah pengawasan Mataram, dan harus dipimpin oleh seorang pemimpin yang cakap dan ahli perang, mampu menggerakan masyarakat untuk membangun pesawahan, guna mendukung pengadaan logistic dalam rencana penyerangan kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia.
Pada tahun 1632, Sultan Agung mengutus kembali Wiraperbangsa dari Galuh dengan membawa 1000 prajurit dan keluarganya menuju Karawang tujuan pasukan yang dipimpin oleh Wiraperbangsa adalah membebaskan Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik sebagai bahan persiapan melakukan penyerangan kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia, sebagaimana halnya tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba yang telah dianggap gagal.
Tugas yang diberikan kepada Wiraperbangsa dapat dilaksanakan dengan baik dan hasilnya dilaporkan kepada Sultan Agung atas keberhasilannya, Wiraperbangsa oleh Sultan Agung dianugerahi jabatan Wedana (setingkat Bupati ) di Karawang dan diberi gelar Adipati Kertabumi III, serta diberi hadiah sebilah keris yang bernama KAROSINJANG.Setelah penganugerahan gelar tersebut yang dilakukan di Mataram, Wiraperbangsa bermaksud akan segera kembali ke Karawang, namun sebelumnya beliau singgah dulu ke Galuh, untuk menjenguk keluarganya. Atas takdir Ilahi beliau wafat di Galuh, jabatan Bupati di Karawang, dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Singaperbangsa dengan gelar Adipati Kertabumi IV yang memerintah pada tahun 1633-1677, Tugas pokok yang diemban Raden Adipati Singaperbangsa, mengusir VOC (Belanda) dengan mendapat tambahan parjurit 2000 dan keluarganya, serta membangun pesawahan untuk mendukung Logistik kebutuhan perang.
Hal itu tersirat dalam piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Gede yang bunyi lengkapnya adalah sebagai berikut : “ Panget Ingkang piagem kanjeng ing Ki Rangga gede ing Sumedang kagadehaken ing Si astrawardana. Mulane sun gadehi piagem, Sun Kongkon anggraksa kagengan dalem siti nagara agung, kilen wates Cipamingkis, wetan wates Cilamaya, serta kon anunggoni lumbung isine pun pari limang takes punjul tiga welas jait. Wodening pari sinambut dening Ki Singaperbangsa, basakalatan anggrawahani piagem, lagi lampahipun kiayi yudhabangsa kaping kalih Ki Wangsa Taruna, ingkang potusan kanjeng dalem ambakta tata titi yang kalih ewu; dipunwadanahaken ing manira, Sasangpun katampi dipunprenaharen ing Waringipitu ian ing Tanjungpura, Anggraksa siti gung bongas kilen, Kala nulis piagem ing dina rebo tanggal ping sapuluh sasi mulud tahun alif. Kang anulis piagemmanira anggaprana titi .
Terjemahan dalam Bahasa Indonesia :
Peringatan piagam raja kepada Ki Ranggagede di Sumedang diserahkan kepada Si Astrawardana. Sebabnya maka saya serahi piagam ialah karena saya berikan tugas menjaga tanah negara agung milik raja. Di sebelah Barat berbatas Cipamingkis, disebelah Timur berbatas Cilamaya, serta saya tugaskan menunggu lumbung berisi padi lima takes lebih tiga belas jahit. Adapun padi tersebut diterima oleh Ki Singaperbangsa. Basakalatan yang menyaksikan piagam dan lagi Kyai Yudhabangsa bersama Ki Wangsataruna yang diutus oleh raja untuk pergi dengan membawa 2000 keluarga. Pimpinannya adalah Kiayi Singaperbangsa serta Ki Wirasaba. Sesudah piagam diterima kemudian mereka ditempatkan di Waringinpitu dan di Tanjungpura. Tugasnya adalah menjaga tanah negara agung di sebelah Barat.
Piagan ini ditulis pada hari Rabu tanggal 10 bulan mulud tahun alif. Yang menulis piagam ini ialah anggaprana, selesai.
Tanggal yang tercantum dalam piagam pelat kuningan kandang sapi gede ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Karawang berdasarkan hasil penelitian panitia sejarah yang dibentuk dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang nomor : 170/PEM/H/SK/1968 tanggal 1 Juni 1968 yang telah mengadakan penelitian dari pengkajian terhadap tulisan :
Dr. Brandes dalam “ Tyds Taal-land En Volkenkunde “ XXVIII Halaman 352,355, menetapkan tahun 1633;
Dr. R Asikin Wijayakusumah dalam ‘ Tyds Taal-land En Volkenkunde “ XXVIII 1937 AFL, 2 halaman 188-200 (Tyds Batavissc Genot Schap DL.77, 1037 halaman 178-205) menetapkan tahun 1633;
Batu nisan makam panembahan Kiyai Singaperbangsa di Manggungjaya Kecamatan Cilamaya tertulis huruf latin 1633-1677;
Babad Karawang yang ditulis oleh Mas Sutakarya menulis tahun 1633.
Hasil Penelitian dan pengkajian panitia tersebut menetapkan bahwa hari jadi Kabupaten Karawang pada tanggal 10 rabiul awal tahun 1043 H, atau bertepatan dengan tanggal 14 September 1633 M atau Rabu tanggak 10 Mulud 1555 tahun jawa/saka.
Posted by Kriswantoro Kuwarasan on 18.33
"Warna Dasar Hijau, Padi dan Kapas" - Melambangkan Kemakmuran dan Kesejahteraan yang senantiasa di wujudkan di Kabupaten Karawang

"Pintu Air" - Melambangkan Karawang sebagai daerah pertanian dengan diairi pengairan teknis

"Butir Padi 17, Pintu 8, Tanaman Padi atau Rawa 45" - Melukiskan semangat juang dalam menegakkan Kemerdekaan Republik Indonesia

"Golok Lubuk" - Melambangkan semangat Kabupaten Karawang pantang menyerah dalam membela Tanah Air dan Bangsa

"Bunga Kapas 10" - Melambangkan tanggal 10 Maulud Tahun Alif 1.555 (Th. Jawa) atau 10 Rabiul Awal 1043 H sebagai Hari Jadi Kabupaten Karawang

"Alur Putih Empat" - Melukiskan bahwa Abad ke IV Kerajaan Terumanegara telah menempatkan Sungai Citarum sebagai jalur Perhubungan
(Peraturan Daerah Tingkat II Karawang Nomor 8 Tahun 1994)
http://www.karawangkab.go.id
http://karawangonline.com/sejarah-karawang.html

Biografi Karl Max


Karl Marx lahir di Trier, Prusia, 5 Mei 1818. ayahnya, seorang pengacara, menafkai keluarganya dengan relatif baik, khas kehidupan kelas menengah. Orang tuanya adalah dari pendeta yahudi (rabbi). Tetapi, karena alasan isnis ayahnya menjadi penganut ajaran Luther ketika Karl Marx masih sangat muda. Tahun 1841 Marx menerima gelar doktor filsafat dari Universitas Berlin, Universitas yang sangat di pengaruhi oleh Hegel dan guru - guru muda penganut filsafat Hegel, tetapi berpikir Kritis. Gelar doktor Marx di dapat dari kajian filsafat yang membosankan, tetapi kajian itu mendahului berbagai gagasannya yang muncul kemudian.

Setelah tamat ia menjadi penulis untuk sebuah koran liberal radikal dan dalam tempo 10 bulan ia menjadi editor kepala koran itu. Tetapi karena pendirian politiknya, koran itu kemudian di tutup pemerintah. Esai – esai awal yang di terbitkan dalam periode mulai mencerminkan sebuah pendirian yang membiumbing Marx sepanjang hidupnya. Esai-esai tulisan Marx itu secara bebas di taburi prinsip-prinsip demokrasi , ia menolak keabstrakat filsafat hegelian, mimpi naif komunis utopiadan gagasan aktivis yang mendesak apa yang ia anggap sebagai tindakan politik prematur. Dalam menolak gagasn aktivis ini Marx meletakkan landasan bagi gagasan hidup sendiri.

Upaya praktis, bahkan dalam mengarahkan massa sekalipun, akan di jawab dengan meriam saat upaya itu di anggap berbah. tetapi, gagasan yang dapat mengarahkan intelektual kitadan yang menaklukkan keyakinan kita, gagasan yang dapat membekukan kita, merupakan belenggu – belenggu di mana seorang hanya bisa lepas darinya dengan mengorbankan nyawanya; gagasan-gagasan itu seperti setan sehingga orang hanya dapat mengatasinya dengna menyerah kepada Marx (Marx, 1842/1977;20)

Marx menikah pada 1843 dan tak lama kemudian ia terpaksa meninggalkan jerman untuk dapt suasana yang lebih libaral di Paris. Di Paris ia bergualat dengan gagasan Hegel dan pendukungnya, tetapi ia juga menghadapi dua kumpulan gagasan baru – sosialisme Prancis dan politik Ekonomi Inggris. Dengan cara yang unik dia menggabungkan hegelian, sosialisme dan ekonomi politik yang kemudian menentuka orientasi intelektualnya. Hal yang sangat penting pula adalah pertemuannya dengan orang yang kemudian menjadi teman seumur hidupnya, donatur dan kolabolatornyayakni Fredrich Engels (Carver, 1983) Engels anak penguasa pabrik tekstil menjadi seorang sosialis yang mengkritik kondisis kehidupan yang di hadapi kelas buruh. Banyak di antara rasa kasihan Marx kesengsaraan kelas buruh berasal dari paparannya kepada Engels dan gagasannya sendiri. Tahun 1844 Marx dan Engels mengadakan diskusi panjang di sebuah CafĆ© terkenal di Paris dan meletakkan landasan kerja untuk bersahabat seumur hidup. Mengenai diskusi itu Engels berkata ”kesepakatan lengkap kami dalam dalam semua budang teori menjadi nyata….dan perjanjian kerja sama kami mulai sejak itu”(McLellan, 1993:131) di tahun berikutnya Engels menerbitkan karya the condition Of The

Working Class in England. Selama periode itu Marx menerbitkan sejumlah karya yang sangat sukar di pahami (kebenyakan belum di terbitkan semasa hidupnya) termasuk the Holy Family dan The German ideology (di tulis bersama Engels)dan ia pun menulis the economic and philosophic manuscripts 1844 yang menandakan perhatiannya terhadap bidang ekonomi main meningkat.

Meski Marx dan Engels mempunya orientasi teoritis yang sama, namun ada juga beberapa perbedaan di antara mereka. Marx cenderung menjadi seorang intelektual teoritis yang kurang teratur dan sangat berorientasi kepada keluarga. Engels adalah pemikir praktis, rapi dan pengusaha teratur dan orang yang tak percaya pada lembaga keluarga. Meski mereka berbeda, Marx dan Engels menempa kerja sama yang akrab sehingga mereka berkolabirasi menulis buku dan artikel dan bekerja sama dalam organisasi radikal, dan bahka Engels membantu membiayai Marx selama sisa hidupnya sehingga memungkinkan marx mencurahklan perhatiannya pada kegiatan intelektual dan politiknya.
Meski ada asosiasi erat antara nama Marx dan Engels, namun Engels menjelaskan bahwa ia teman junior;
Marx mampu berkarya sangat baik tanpa aku. Aku tidak pernah mencapai prestasi seperti yang di capai Marx. Pemahaman Marx lebih tinggi, pengalamannya lebih jauh dan pandangannya lebih luas serta cepat ketimbang aku. Marx adlah jenius(Engels, di kutip dalam McLellan,1973;131-132)

Banyak yang percaya bahwa Engels gagal memahami berbagai seluk beluk Marx. Setelah Marx meninggal, Engels menjadi juru bicara utama bagi teori marxian dan dalam berbagai cara menyimpangkan dan terlalu menyerderhanakannya, meski ia tetap setia terhadap perspektif politik yang ia tempa bersama Marx.
Karena beberapa tulisannya telah menggangu pemerintahan prusia, pemerintah perancis(atas permohonan prusia)mengusir Marx tahun 1845 dan karenanya Marx pindah ke Brussel. Radikelismenya meninggkat dan ia menjadi anggota aktif di bidang gerakan revolusioner internasional. Ia pun bergabung dengan liga komunis dan bersama Engels diminta menulis anggaran dasar liga itu, hasilnya adalah manifestor komunis 1848, sebuah karya besar yang di tandai oleh slogan-slogan politik yang termasyur (misalnya ‘kaum burh seluruh dunia bersatulah’!!).

Tahun 1849 ia pindah ke london dan, mengingat kegagalan revolusi politik tahun 1848, ia menarik diri dari aktivitas revolusioner dan beralis ke kegiatan rsiset yang lebih rinci tentang peran sistem ka[pitalis. Study ini akhirnya menghasilkan tiga jilid buku das kapital.jilid pertama di terbitkan tahun 1867; kedua jilid yang lainya di terbitkan sesudah ia meninggal. Selama riset dan menulis itu ia hidup dalam kemiskinan, membiayai hidupnya secara sederhana dari honorarium tulisannya dan bantuan dana dari Engels. Tahun 1864 Marx terlibat kembali dalam kegiatan politik, bergabung dengan ‘The Internasional’, sebuah gerakan buruh internasio nal. Ia segera menonjol dalam gerakan itu dan mencurahkan perhatian selama beberapa tahun untuk gerakan itu. Ia mulai mendapat popularitas, baik sebagai pimpinan internasional maupun sebagai penulis des kapital. Perpecahan gerakan internasional tahun 1876, kegagalan dari berbagai gerakan revolusioner dan penyakit – penyakit, akhirnya membuat Marx ambruk. Istrinya wafat tahun 1881 dan anak perempuannya tahun 1882 dan Marx sendiri wafat di tahun 1883.

ref : http://nataebiografiteacher.blogspot.com/2007/09/karl-marx.html



Karl Marx, lahir pada tanggal 5 mei 1818 di kota Trier daerah Rhein, di Prusia Jerman. Karl Marx mewarisi kecerdasan yang luar biasa dari kedua orang tuanya. Ayahya Hendrich Marx dan ibunya Henriette. Keduanya berasal dari Rabbi Yahudi. Kendati demikian Marx besar melalui proses pendidikan sekuler dan kemudian menjadi pengacara ternama dan melangsungkan perkawianan dengan Jenny Von Westphalen seorang aristokrat non Yahudi, dan hidup bersamanya sepanjang hidupnya dan sejak kecil.

Masa kuliah, Karl Marx dipengaruhi Hegelianisme yang masih berjaya, disamping oleh pemberontakan Feuerbach terhadap Hegel menuju materialisme. Ia terjun ke dunia jurnalisme, tetapi Rheinische Zeitung, jurnal yang ia sunting, diboikot oleh pemerintahan lantaran pemikiran radikalinya.

Pengalaman keagamaan Karl Marx sedikit unik,. Pada usia 6 tahun, Karl Marx sekeluarga dibabtis sebagai penganut Protestan pada Gereja Luteran. Upaya ini dilakukan sebagai strategi politik, karena tekanan politik penguasa. Bahwa keinginan ayahnya untuk menjaga pemapanan sosial ekonominya melalui profesional sebagai pengacara. Tapi bagi Karl Marx, proses keberagamaan ayahnya yang lebih dipengaruhi oleh kesadaran politik sangat mengganggu sikap mental atau kesadaran kejiwaan Karl Marx.

Bagi Karl Marx, agama bukanlah merupakan persoalan essensial dalam kehidupan. Anggapan Marx, kepercayaan agama tidak memberikan pengaruh paling penting terhadap perilaku kehidupan manusia, namun sebaliknya justru perkembangan agama di pengaruhi oleh situasi sosial ekonomi manusia.

Setelah Karl Marx menyelesaikan belajarnya di usia 18 tahun, ia hijrah dari daerah kelahirannya (Trier) menuju Berlin untuk melanjutkan studinya di universitas Berlin tahun 1836. Dan pada tahun 1841 Marx menyelesaikan studi dengan desertasi doktornya berjudul filsafat epikuros, dan dipromosikan menjadi doktor filsafat.

Sebagai seorang mahasiswa, Karl Marx sangat mengagumi pemikiran dari ajaran Hegel. Karl Marx mengkaji secara itensif terhadap pemikiran analisis idealisme Hegel dipengaruhi oleh pengetahuannya mengenai ide-ide pengikut Hegelian yang kritis juga pada Hegel sendiri. Kemudian dalam mengembangkan posisi teoritis dan fillosofisnya sendiri, Marx tetap menggunakan bentuk analisa dialektika, tapi dia menolak idealisme filososfis dan mengganti dengan pendekatan materialistis.

Pemikiran Karl Marx tentang dialektika materialisme dan materialisme historis yang dikembangkan oleh pengikutnya menjadi marxisme banyak berkembang diberbagi Negara. Di Amerika Serikat misalnya, sebagai pusat gerakan demokrasi liberal juga berkembang pemikir-pemikiran ilmiah marxisme, sebagai contoh tidak sedikit para profesor mengembangkan antropologi marxisme, sosiologi marxisme. Dengan ini ajaran Karl Marx yang telah distruktur menjdi ideologi marxis, seakan-akan menjadi paradigma yang cukup dominan di dalam perkembangan ilmu-ilmu sosial modern.

Karl Marx sebagai ilmuan besar dan filosof besar abad 19, merumuskan tiga teori yang menjadi kerangka dasar bangunan sistem ilmu pengetahuan dan politik. Menurut Sidney Hook ada tiga pemikiran besar Karl Marx yang mempengaruhi perkembangan masyarakat.

Materialime Historis (dialektika), sekalipun segala sesuatu dalam masyarakat saling berhubungan dan berbagai hal saling mempengaruhi, kunci atau basis dalam masyarakat adalah cara produksi ekonomi.

Teori perjuangan kelas, yang dikemukakan pada bagian pertama karya Karl Marx, Manifesto Komunis, semua sejarah adalah perjuangan ekonomi. Konflik yang utuma dalam kelas adalah antara kapitalis dan proletar. Sedang ideologi hanya menjadi alat legimitasi kepentingan memiliki modal dan alat-alat produksi (kapitalis).

Teori nilai dan teori nilai lebih, masyarakat kapitalis akan tumbuh terus dan akhirnya akan menimbulkan kesengsaraan masal, sehingga suatu perubahan masyarakat akan terjadi.

Cita-cita Karl Marx untuk menunjukan karir dalam bidang akademisakademis setalah menyelesaikan desertasi doktornya dengan judul “Filsafat Epikuros” tahun 1841. Namun cita-cita ini mengalami kegagalan, karena Bruno Bauer yang semula menjadi sponsornya dipecat dari jabatan akademisnya. Sebab ia dianggap pelopor dan pemikir yang kritis yang mengembangkan pemikiran yang membahayakan eksistensi agama Kristen.

Kondisi terseut, cukup membingungkan Karl Marx dan akhirnya memutuskan untuk mencari jalan keluar yaitu dengan terjun ke dalam kancah politik. Karl Marx terlihat dalam berbagai kegiatan politik di Paris, dan akhirnya ia terpaksa melarikan diri ke Brussel dan kemudian ke London, dimana ia meninggal, tahun 1883.

Referensi Makalah

Kepustakaan:

Bertand Russel, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari zaman Kini Hingga Sekarang, terj. Sigit Jetmiko, Agung Prihantoro, Imam Mutaqim, Imam Baihaqi, Dan Mohammad Shodiq, (Yogyakarta: 2003). O. Hamsem, Marxisme dan Agama, (Bandung: Balai Pustaka, 1984). Doyle Paul Jhonson, Teori sosiologi Klasik dan Modern, terj. Robert M. Z. Lawang, Jakarta: Gramedia,1986). Amin Rais, Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta, (Bandung : Mizan,1996).

Rabu, 16 Oktober 2013

Seperti Roda Berputar.


Kebun kacang, sebuah potret kehidupan di belahan Jakarta tempo dulu. Disini kita akan menyelami lebih jauh mengenai sebuah kampung di tengah – tengah hiruk pikuk kehidupan kota. Sebutan Kebun Kacang oleh penduduk sekitar, karena kesuburan tanahnya yang banyak dengan hasil bumi. Sebuah kampung di pinggiran kota yang penuh misteri, cerita memilukan, denyut nadi masyarakat miskin kota dan tempat lahirnya masyarakat komunal yang heterogen. plural, dan marginal. Semua berawal pada sekitar tahun 1930an, ketika Kebun Kacang digambarkan sebagai wilayah yang berdiri di pinggiran kota modern Jakarata. Wilayah yang subur dengan tumbuhan sayur berubah menjadi kota gubug, karena tidak bisa menahan derasnya arus urbanisasi akibat pembangunan yang tidak merata di desa. 
Penduduk yang mendiami Kebun Kacang adalah pendatang yang memerlukan lebih banyak pekerjaan daripada yang mereka dapatkan di desa, selain warga asli. Mereka juga mengklaim menguasai wilayah ini karena sudah menempatinya berpuluh – puluh tahun. Alasanya banyak, penduduk seperti Ibu Chia yang merasa rumah yang dihuninya berdiri atas hak tanah yang mereka miliki, bahkan sejak tahun 1930. Jadi tidak ada pembenaran bagi siapa pun melakukan pemaksaan untuk mengusir mereka dari kampungnya sendiri. Mereka juga mengaku selalu membayar pajak retribusi kepada pejabat pusat agar tanahnya tidak disita oleh negara. Padahal, sebagian dari mereka menempati tanah negara.
Motivasi para pendatang merantau ke Jakarta adalah untuk mencari taraf kehidupan lebih baik, kebanyakan mereka berprofesi sebagai pembantu rumah tangga, penjaga parkir, tukang cuci, tukang becak, penjual warung, dan petani. Tetapi ada juga yang menjadi majikan seperti yang di lakoni oleh Haji Yusuf, yang mempunyai buruh lepas. Kerjanya mengurusi sebidang tanah yang sudah ditanami hasil pertanian, dan menjualnya ke pasar ataupun tetangga yang memerlukan dagangannya untuk kebutuhan hidup sehari – hari. Pegawai Haji Yusuf sendiri adalah sanak familinya yang memerlukan pekerjaan lebih baik, yang tidak mereka dapatkan di desa, dan juga tergiur dengan upah yang tinggi jika mereka bekerja di Jakarta. Walaupun Haji Yusuf pada awalnya memberi hak buruh dengan membagi – bagikan hasil pertaniannya, karena tekanan koloni Belanda yang pada waktu itu menguasai Kebun Kacang. 
Awal kehidupan di Kebun Kacang bisa dibilang cukup menyenangkan, walaupun tidak sepenuhnya benar – benar nyaman. Maklum, Kebun Kacang pada tahun 1930 adalah daerah bekas jajahan Belanda, dan setelah itu beralih ke tangan Jepang yang gantian menguasai Kebun Kacang. Banyak warga asli atau - yang sudah lama menempati Kebun Kacang – berperang dengan tentara Belanda guna mempertahankan wilayahnya dari invasi Belanda dan Jepang. Permukiman yang dibangun di Kebun Kacang kebanyakan seperti bangunan gubug, atau mereka menyebutnya sebagai kampung kumuh. Karena berukuran 3x1 meter, dan kelihatan seperti kandang kambing, dan terbuat dari kayu reot, dan bambu sisa peperangan.
Perubahan sosial yang berlangsung di Kebun Kacang memunculkan berbagai pilihan bagi penduduk, diantaranya pekerjaan di sektor informal dan formal. Dan ada juga penduduk yang menjadi pegawai pemerintah dan swasta. Efek ekonomi dan sosial dari menjamurnya pekerjaan, penduduk, pembangunan, di Kebun Kacang adalah menurunnya angka pengangguraan, anak – anak dapat sekolah, penduduk banyak merenovasi rumahnya, dan apa yang disebut dengan multi player effect. Seperti, warung, restoran kecil,dan jenis usaha kecil lain. Namun, tidak semua penduduk miskin. Ada Ibu Cia, yang mempunyai rumah dengan ukuran lebih baik dan di dukung dengan pekarangan luas, berikut tanaman sayur yang berada di belakang rumah. Mungkin yang paling besar dibanding tempat tinggal penduduk yang lainnya. Hubungan sosial antara penduduk asli dengan pendatang sangat kekeluargaan, masing – masing menunjukkan sikap penuh persaudaraan.Walaupun secara tingkat status sosial berbeda, tidak ada yang merasa dirinya lebih makmur di banding yang lain. Sistem kekerabatan begitu mengental karena pengaruh budaya yang dibawa oleh masing – masing keluarga. Jadi tidak ada permusuhan, yang satu merasa lebih tinggi, secara ekonomi dengan yang lain. Masing – masing keluarga dengan kelebihan secara materi membantu kesulitan atau kesusahan yang dialami oleh tetangganya. 
Namun, seiring berjalannya waktu apalagi dibarengi oleh beban hidup dan tekanan penguasa. Telah terjadi dekadensi hubungan sosial masyarakat, yang tadinya penuh dengan sistem kekerabatan, solidaritas sosial yang tinggi, dan perasaan senasib, telah merubah pola interaksi sosial, dan juga ruang – ruang sosial semakin tertutup oleh keegoisan masyarakat kelas menengah ( kota ). Mereka menutup diri dengan cara membangun rumah lebih luas dan tinggi, agar menghindar keluhan warga kampung yang sering meminta – minta bantuan materi untuk bertahan hidup. Mulai saat itu masing – masing dari mereka mulai menanggalkan kerjasama yang selama ini menyatukan mereka, yang ada sekarang adalah bagaimana mencari dan memanfaatkan peluang guna melangsungkan hidup yang semakin berat saja. 
Untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti makan, memperbaiki rumah, dan menyekolahkan anak, mereka memanfaatkan kelonggaraan yang diberikan oleh pemerintah kota untuk mendapatkan pekerjaan mereka. Bahkan Ibu Innah mengajak saudaranya yang ada di desa untuk datang ke Jakarta dan mulai mencari makan dan pekerjaan yang sama sekali tidak tersedia di desa, dan mereka tinggal di sebuah gubug tua di seberang sawah Kebun Kacang, dengan tujuh penghuni dan saling berdesak – desakkan hanya untuk melepas lelah. Mereka bekerja sebagai tukang ledeng, tukang sayur, penjual es krim, dan banyak lagi. Keterikatan sosial antara keluarga yang ada di kota dengan yang ada di desa sangatlah berarti, karena biasanya kedua – duanya saling membutuhkan. 
Jadi yang terlihat di Kebun Kacang adalah fenomena migrasi besar – besaran, dan pengelompokkan sosial. Maksudnya adalah yang menjadi kelas pekerja adalah keluarga yang berasal dari keluarga yang sama. Tetapi, ada juga keluarga menengah yang mempekerjakan warga sekitar untuk menjadi pembantu rumah tangga, supir, tukang pencambut rumput, dan yang menjual hasil tanaman. Namun, itu tidak berlangsung lama sebab, banyak warga kampung yang mencuri barang milik majikannya. Sehingga mereka tidak dipekerjakan lagi dan kembali menjadi penganggur serta menambah beban hidup keluarganya, yang tidak mampu lagi memberi mereka makanan dan uang. Akibatnya muncul perselisihan antar keluarga. 
Dari perselisihan keluarga, berkembang menjadi konflik keluarga yang tak pernah terselesaikan karena masing – masing pihak merasa berhak memiliki warisan keluarga. Pada akhir tahun 1950an, banyak lowongan kerja tersedia. Dan banyak pendatang memperlihatkan inisiatif dan usaha yang jauh lebih besar daripada para penduduk yang sudah menetap lama. Para pendatang baru belum siap untuk menerima pekerjaan tetap. Seperti yang dialami oleh Sumira yang mencoba melamar pekerjaan di instalasi rumah sakit, walaupun pada akhirnya suaminya, Junto, mengalihkan pekerjaan sebelumnya dan mencoba jenis pekerjaan lain untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik tentunya. Pada tahun itu juga, banyak warga kampung yang menjadi pedagang kaki lima ( PKL ), mereka berupaya untuk memperbaiki nasib mereka, dan mendapatkan pekerjaan yang mereka sukai. Transformasi sosial berperan sangat penting didalam merubah pola hidup dan cara berpikir warga kampung, penduduk kampung mengamati, bahwa meledaknya pembangunan pada masa Soekarno telah menggerakkan pusat kota secara cepat ke arah selatan, menuju Kebun Kacang.
Namun, dibalik pesatnya pembangunan yang terjadi di sekitar Kebun Kacang, masih ada problematika yang sepertinya sudah menjadi akar persoalan budaya di negeri ini. Bahwasanya perempuan dibatasi ruang geraknya oleh status sosial mereka sebagai istri, penjaga rumah. Kenyataan di sebagian penduduk Kebun Kacang masih banyak perempuan yang dibatasi perannya, dan hanya bekerja di wilayah domestik. Dan ketika suami mereka tidak mendapatkan sesuatu yang lebih baik, mereka pun puasa makan. Apalagi di tengah derasnya pembangunan menuntut siapa saja untuk memanfaatkan ketersediaan lapangan kerja demi kehidupan lebih baik. Diskriminasi sosial sangat terasa di Kebun Kacang ini, tingkat perceraian sangat tinggi, dan hubungan sosial makin renggang. 
Penyebab dari diskriminasi sosial adalah hanya kaum menengah yang mendapat jatah hasil pembangunan, serta program penggusuran yang menjadi agenda rutin dari setiap kebijakan sosial penguasa, menghapus kesempatan penduduk Kebun Kacang untuk dapat menikmati hasil usahanya. Sehingga usaha kecil menengah yang sudah menjadi harapan banyak penduduk Kebun Kacang terpaksa mulai di lupakan, dan mereka kembali beralih ke pekerjaan semula sebagai tukang ojek, tukang becak, pembantu rumah tangga, penjual hasil tanaman, dan buruh bangunan. Ada sebuah keganjilan ketika para pendatang tidak bisa langsung mendapatkan pekerjaan, dikarenakan mereka tidak mampu bersaing dengan warga asli yang sudah lebih mapan dalam hal pengalaman, dan jaringan sosial. 
Karena suami sudah tidak mampu menafkahi keluarga, terjadi perceraian dengan tingkat sangat tinggi. Atau juga karena suami mempunyai istri lebih dari satu, dan ada juga yang selingkuh lebih dari satu kali. Ada keunikan yang terjadi di penduduk Kebun Kacang, untuk mempertahankan kekerabatan, dan jaringan sosial,.mereka diperkenankan untuk saling menikahi antar satu saudara. Dan tidak melanggar norma sosial karena sesuai kesepakatan bersama. Namun, rentan perceraian karena sulitnya menjaga keharmonisan keluarga. Dari diskriminasi sosial dan perceraian di penduduk Kebun Kacang, ikut mempengaruhi hubungan sosial antara penduduk kampung dengan masyarakat menengah yang mengalami kemunduran yang sangat signifikan. Dulu pola hubungan sosial yang berlangsung di penduduk Kebun Kacang adalah saling membutuhkan antara warga asli dengan pendatang. Mereka hidup rukun dan saling kerjasama untuk meringankan kesusahan dan beban hidup yang semakin berat, jika hanya ditanggung sendirian. Dan juga pola hidup sederhana, artinya susah – senang ditanggung bersama.
Dan mereka saling menguatkan dengan ikatan tetangga, bukan ikatan kerabat. Maksudnya dengan ikatan tetangga, mereka bisa diandalkan karena sebagian penduduk Kebun Kacang mempunyai taraf kehidupan lebih baik. Beda dengan ikatan kerabat yang dari sisi ekonomi sama – sama susah. Pada tahun 1970an, perekonomian nasional membaik. itu dapat dilihat dari munculnya bangunan bertingkat, pertambahan penduduk yang dibarengi permintaan konsumsi yang tinggi, dan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional bertambah. Tidak seperti tahun 1950 yang masih didominasi oleh kelas feodal, kali ini penduduk Kebun Kacang dapat sepenuhnya berpartisipasi lewat kebijakan pemerataaan pembangunan dari sektor pertanian, dan formal. 
Namun, kenapa pesatnya pembangunan tidak dibarengi dengan pemerataan hasil pembangunan. Terjadi kesenjangan sosial dan ekonomi, itu dapat dilihat dari keadaan penduduk Kebun Kacang yang mengalami sendiri sebelum dan sesudah pembangunan berlangsung. Pada tahun tersebut, penduduk Kebun Kacang menyebutnya sebagai zaman kurang ajar, dikarenakan frustrasinya penduduk Kebun Kacang, disebabkan ketidakmampuan mereka untuk memenuhi keinginan mereka yang semakin meningkat, tidak adanya perhatian antarsesama pada umumnya serta bertambahnya ketidaksamaan. Kesadaran untuk saling memperhatikan serta bermasyarakat, yang menjadi ciri lingkungan Kebun Kacang telah merosot. 
Kekayaan menimbulkan rassa iri, dan juga menimbulkan keretakan hubungan di antara penduduk Kebun Kacang. Sangat miris ketika semua elemen penduduk Kebun Kacang dapat merasakan pola hidup sederhana, dimana tidak ada perbedaan antara si kaya dan si miskin, dan sikap tidak perduli. Tetapi, antara tahun 1968 – 1975 dapat dikatakan sebagai masa kemakmuran ekonomi penduduk Kebun Kacang yang belum pernah terjadi sebelumnya. Indikatornya banyak usaha kecil yabg dimulai pada zaman Soekarno berjalan dengan baik, dan pada tahun 1973, banyak penduduk Kebun Kacang merenovasi rumahnya, terutama pendatang. Akibat kecemberuan sosial ini, kaum pendatang memiliki taraf kehidupan lebih baik dibanding dengan warga asli. Pada akhir 1970 terjadi pasang surut ekonomi, banyak warga mengurung diri, lebih banyak diam dan menerima semua kemauan penguasa. Dan puncaknya pada awal 1980an, mereka penduduk Kebun Kacang yang rumahnya digusur atas nama pembangunan dianggap sebagai penghalang pembangunan. Akibat dari penggusuran itu banyak warga asli Kebun Kacang pindah ke pinggiran Jakarta.
Keadaan fisik Kebun Kacang setelah zaman pembangunan banyak mengalami perubahan, ada rumah yang bertingkat, tapi masih ada juga yang terbuat dari gubug. Ada yang sudah memiliki mobil, tetapi ada juga yang masih pakai becak untuk beraktivitas. Dan kalau dilihat dari kehidupan penduduknya, semakin lebar jurang kesenjangan sosial, atau kemiskinan yang dipelihara oleh negara. Apalagi ditambah dengan kebijakan untuk memindahkan penduduk dari tempat tinggalnya ke pinggiran kota atau disebut dengan kebijakan penggusuran. Itu dimulai pada awal tahun 1981, sebagai bentuk penindasan oleh penguasa kepada rakayatnya. Sebagaian penduduk Kebun Kacang tidak memiliki harapan positif terhadap pemerintah, pengalaman pahit sudah mengajarkannya untuk tidak lagi percaya lagi terhadap program pemerintah. 
Sebagaian besar penduduk tidak tahu tentang adanya program – program kesejahteraan pemerintah dan bagaimana memahami mereka dapat memanfaatkannya. Salah satu program pendukung dari pemerintah untuk meningkatkan standar kehidupan adalah dengan program perbaikan kampung, untuk mengatasi permasalahan sosial di kampung itu. Salah satunya dengan perbaikan infrastruktur untuk menperbaiki sarana dan prasarana yang rusak akibat kurangnya sumber daya manusia, dukungan pemerintah, dan lahan yang sudah banyak ditempati untuk digunakan sebagai tempat tinggal. Dan juga untuk mencegah bahaya banjir. Program ini juga sebagai upaya mendukung pereknomian penduduk kampung yang banyak mengandalkan tersediannya sarana dan prasarana memadai. 
Selain program kesejahteraan masyarakat, program lainnya yang langsung menyentuh kebutuhan hidup penduduk kampung adalah dengan pendidikan dan kesehatan. Untuk pendidikan, pemerintah kota memprioritaskan pendidikan yang tinggi kepada masyarakat, soalnya pendidikan adalah barang mahal karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun, ada kendala dalam tingkat pelaksanaan. Banyak penduduk lebih memilih menyekolahkan anaknya ke pesantren daripada ke pendidikan formal. Pertimbangannya karena pendidikan di pesanteran lebih baik dan lebih murah daripada di sekolah umum. Kesulitan lain yang harus diterima adalah masalah pendaftaran, yang prosedurnya terlalu rumit bagi penduduk tidak demikian di sekolah pesantren, mereka secara aktif mendatangi warga dan menampung anak – anak kampung dan tidak ada biaya pendaftaran 
Untuk kebutuhan poko lainnya seperti kesehatan, pemerintah kota juga memberikan perhatian yang serius. Bentuk perhatiannya adalah dengan mendirikan pusat pelayanan kesehatan, klinik – klinik kesehatan, dan pemberian obat – obatan secara gratis. Namun, karena kurangnya sosialisasi dan penduduk kampung sudah terbiasa dengan obtan tradisional. Warga jadi enggan dan beralih ke cara penyenbuhan secara tradisional, karena lebih mudah di akses. Segala kebijakan sosial ataupun program yang diperuntukkan penduduk kampung jadi terasa hambar, karena penduduk kampung melihat tidak ada perubahan berarti. Saking bosannya dengan janji – janji pemerintah, di setiap pergelaran pemilihan umum hampir sedikt sekali yang berpartisipasi. Hampir dikatakan mereka sudah muak dengan pemerintah, sampai – sampai mereka tampaknya menutupi diri dari orang pemerintah. 
Memang ada beberapa manfaat dari program pemerintah seperti, perbaikan kampung, kesehatan, dan pendidikan, tetapi tetap saja itu hanya berlangsung dalam sekejap, tidak berkelanjutan. Sebenarnya penduduk kampung mencoba memberikan masukan terhadap setiap kebijakan pemerintah, supaya efektif, dan hasilnya memang bisa bertahan lama. Salah satunya dengan kepemimpinan lokal, maksudnya yang menjadi penghubung antara pemerintah dan penduduk kampung adalah warga kampung sendiri yang lebih perduli dan merasakan penderitaan yang sama. Namun, saran dari penduduk kampung tidak di dengar oleh pemerintah, dan yang di tunjuk adalah warga kelas menengah yang tidak tahu persoalan di kampung kumh Kebun Kacang. 
Para pemimpin informal, seperti ketua kampung, tidak digubris oleh pemerintah. Hasilnya penduduk kampung sudah tidak percaya lagi dengan pemimpin, dan pemerintah kota. Mereka secara tegas menolak setiap kebijakan yang menyangkut penduduk Kebun Kacang. Mereka berpandangan pemimpin pada masa itu lebih mengejar kepentingan sendiri, dan menjauhkan penduduk kampung dari kemajuan. Program penggusuran sebagai salah satu cara yang digunakan oleh pemerintah kota untuk mengatasi perkampungan kumuh dan memindahkan penduduk kampung ke flat – flat adalah bentuk imperialisme terhadap masyarakat marginal. Mereka digusur secara paksa dan tidak diberi ganti rugi. Cara – cara yang digunakan tidak memberi solusi konkret, memang pada awalnya pemerintah menawarkan flat sebagai tempat tinggal baru, tetapi lucunya penduduk kampung harus membayar tagihan dan sewa flat tersebut. Karena terdesak oleh kebutuhan, Ibu Sumira menjual perabotan rumahnya yang baru saja di beli dari hasil penjualan rumahnya, namun, karena sudah tidak mampu lagi membayar tagihan flat dan juga kebanyakan yang tinggal di flat adalah warga kelas menengah, dia merasa malu dan tertekan, akhirnya dia pun meninggal dunia. Mengenaskan!

Ada sebuah pertanyaan menggantung, bahwasanya kemiskinan struktural pada dasarnya diawali oleh ketidakberpihakkan terhadap rakyat kecil, dan di pelihara atau diciptakan oleh negara, dengan asumsi ketidakmampuan negara dalam mencegah dan mengatasi permasalahan sosial yang dialami sendiri oleh penduduk kampung Kebun Kacang. Bahwasanya penduduk Kebun Kacang kembali miskin adalah derita berkelanjutan yang sepertinya ada pembiaran secara organisasi dan sistem. Posisi tawar rakyat miskin tidak akan pernah kuat, jika pemimpinnya menomorduakan rakyat kecilnya dari keadilan sosial. Review Lea Jellinek : Seperti Roda Berputar.